Sunday, October 22, 2017

Cerita Terjemahan - (Starters #2) Enders

Terjemahan (Starters #2) Enders karya Lissa Price

cerita-terjemahan-starters-#2-enders-lissa-price

Bab 2
Bagian 2

Beberapa jam setelahnya, para tentara memblokade toko sepatu itu dan mengubah bagian luarnya menjadi area interogasi. Para detektif tentara, yang mengenakan setelan dibanding seragam, meminjam meja dan kursi dari toko khusus dan menciptakan pos yang terpisah cukup jauh sehingga para saksi tak bisa saling mendengar. Tyler dan aku berdiri di antrean menunggu giliran kami. Kutaruh tanganku di atas bahunya, menjaganya tetap di dekatku. Kami yang berikutnya. Haruskah kuungkapkan apa yang kutahu? Apa yang bakal mereka lakukan padaku jika kukatakan aku bisa mendengar suara di dalam kepalaku? Akankah mereka percaya padaku? Atau mengira aku sudah gila?

Seorang Starter menyelesaikan interogasinya dan meninggalkan salah satu meja. Seorang tentara mengangguk pada kami dan mengisyaratkan Tyler untuk mengambil tempat. Dia berjalan ke meja itu sementara aku pergi ke pos kosong berikutnya dan duduk di kursi, menghadapi seorang detektif. Bahkan sambil duduk, tingginya menjulang di atasku. Pria itu seorang Ender berotot yang usianya mungkin seratus tahun, berkulit sawo matang dan kepalanya dipenuhi uban. Aku menyadari senjatanya, tapi ZipListrik miliknyalah yang membuatku tegang.

"Nama?" tanya pria itu.

"Callie Woodland."

Display udara seukuran telapak tangan miliknya merekam suaraku selagi aku bicara. Bisa kulihat kata-kata itu secara terbalik, terurai dalam display.

"Umur?"

"Enam belas."

"Kakek-nenek?"

Aku mengangguk. Kujelaskan bahwa Lauren baru-baru ini menjadi wali sahku jadi aku nggak akan dianggap sebagai remaja tak berkeluarga, dan kuberi dia alamat serta nomor teleponku.

"Apa yang kau lakukan dalam mall?" ucapnya.

"Mau menemui adikku, Tyler, untuk beli sepatu."

"Dia di sini?"

Aku mengangguk. Ditunjuknya display udara.

"Tolong dinyatakan secara lisan," ucapnya.

"Ya, dia sedang ditanyai dimeja yang lain."

Kugaruk belakang kepalaku dan kemudian sadar apa yang sedang kulakukan. Aku pun berhenti. Detektif itu memandangku—apa dia sadar? Kuselipkan tanganku di bawah kaki.

"Katakan padaku apa yang kau lihat," pintanya.

Aku menghela nafas. Sudah kupraktikkan ini saat di antrean. Tapi akankah aku berterus terang?

"Kulihat seorang gadis berjalan dalam mall."

"Bisa kau deskripsikan dia?"

"Rambutnya merah panjang, tingginya sekitar seratus enam puluh senti, cantik ...."

Mataku berlinang. Kucoba untuk melawannya. Aku tak ingin detektif itu mengira bahwa aku mengenal Reece.

Disipitkannya mata padaku. "Tidak apa-apa. Beritahu aku saat kau siap untuk meneruskannya."

Aku mengangguk. "Aku baik-baik saja."

"Apa yang dia kenakan?"

"Um, gaun hijau bermotif. Dan sepatu perak." Suaraku pecah.

Mata kami bertemu. Aku ragu.

"Dan ...?"

"Dia bertingkah aneh."

"Bagaimana?"

Jangan katakan apa pun.

Aku pun waspada. Detektif itu menengadah dari layar udara.

"Apa kau baik-baik saja?" tanyanya.

Kau tahu apa yang bisa aku lakukan saat ini, Callie. Mengerti?

Aku mengangguk.

"Bisa kau lanjutkan?" tanya detektif itu.

"Gadis itu kelihatan gugup. Dia melihat ke sana kemari."

Mata detektif itu menyempit. "Lanjutkan."

"Dia berdiri di depan toko sepatu. Tiba-tiba, ada ledakan. Aku menutup mata. Dan—dan kemudian kulihat dia tewas. Dia pasti membomnya." Suaraku pecah saat luka dari kenangan itu kembali.

Detektif itu memandangku. Ekspresinya melembut dan dia tampak bersimpati. Aku hampir ingin mengatakan yang sebenarnya padanya. Tapi aku tak berani.

"Itulah yang kutahu." ucapku.

Dia menahanku beberapa saat. Kulihat Tyler berdiri. Michael mengantarnya ke jalan panjang menuju pintu keluar mall.

* * *

No comments:

Post a Comment

COPYRIGHT © 2018 KUBUKA KAMUS | THEME BY RUMAH ES