Sunday, August 27, 2017

Cerita Terjemahan - (Starters #2) Enders

Terjemahan (Starters #2) Enders karya Lissa Price

cerita-terjemahan-starters-#2-enders-lissa-price

Bab 1
Bagian 2

Selagi menaruh tas di bagasi mobil sport biru, tak bisa kuenyahkan pandangan menentang Eugenia dari pikiranku. Kau kira mungkin dia bakal lebih ramah, setelah tahu bahwa ibu dan ayahku meninggal. Tapi entah bagaimana dia membenciku atas kematian Helena. Itu bukan salahku. Faktanya, Helenalah yang hampir membuatku terbunuh. Aku membanting bagasi. Eugenia hanya tinggal karena dia menyayangi Tyler. Tidak apa-apa; aku nggak harus menjawabnya. Dia bukan pengasuhku.

Tanganku berpindah ke belakang kepala, dan sambil melamun kugaruk luka bekas chip sebelum aku tersadar dan berhenti. Saat kulihat jari-jariku, kukuku kotor oleh darah. Aku meringis.

Kutarik tisu keluar dari dompetku dan kulap sebaik yang kubisa. Lalu aku keluar dari pintu garasi yang mengarahkanku ke kebun. Batuan berlumut, yang basah oleh embun pagi, menuntunku ke pondok tamu berlapiskan mawar. Tempat itu sunyi, tak ada pergerakan di balik jendela. Aku mengetuk pintu yang dipotong kasar, untuk melihat apakah dia ada di belakangnya, tapi nggak ada jawaban.

Gagang pintu berputar dengan decitan. Kutonjolkan kepala ke dalam.

“Michael?”

Aku belum pernah ke pondoknya sejak kami semua pindah ke mansion. Tempat ini memuat aroma Michael, perpaduan antara cat seniman dan kayu yang baru saja dipotong. Bahkan saat masih jadi penghuni liar, dia selalu wangi.

Tapi yang sangat menandakan bahwa tempat ini miliknya adalah lukisan-lukisan menakjubkannya, yang menutupi dinding. Lukisan pertama memperlihatkan para Starter dengan mata lapar yang menghantui. Mereka mengenakan pakaian compang-camping, dengan botol air yang disampirkan ke tubuh, dan sarung tangan yang diikat mengelilingi pergelangan tangan.

Di gambar berikutnya, tiga orang Starter memperebutkan sebuah apel. Yang satunya tergeletak di atas tanah, kesakitan. Itu hidupku beberapa bulan yang lalu. Tapi lukisan selanjutnya bahkan lebih menyakitkan lagi untuk dipandang.

Temanku Sara. Seorang Starter yang kuharap bisa diselamatkan. Aku cerita pada Michael tentangnya dan kebersamaan kami di Penjara 37, tempat mengerikan dimana para tentara mengurungku dengan beberapa Starter lain yang tak berkeluarga. Sketsa itu menampilkan Sara setelah mengalihkan perhatian penjaga dariku dan berakhir dengan ZipListrik, dia berpegangan pada kawat berduri saat tewas. Michael tak pernah bertemu dengannya, tapi seperti kebanyakan Starter jalanan, dia akrab dengan keputusasaan dan keberanian. Michael melukiskan pengorbanan di mata Sara.

Lukisan itu mengabur di penglihatanku. Takkan pernah kutemukan teman sesetia itu jika hidup jutaan tahun. Dia memberiku segalanya dan aku sudah mengecewakannya.

Itu salahku.

Seseorang memasuki pondok. Aku berbalik untuk melihat Tyler masuk.

“Muka-Monyet,” pekiknya.

Kuusap mataku cepat. Tyler berlari dan melingkarkan lengannya di kakiku. Michael ada di belakangnya, berdiri di pintu masuk, tersenyum. Lalu dia menutup pintu itu dan menaruh tas travelnya.

“Kau kembali.” Kupandang Michael.

Dikibaskannya rambut pirang dari wajahnya dan tampaknya dia terkejut dengan kekhawatiran di suaraku.

Tyler menarik dirinya. “Michael membawakanku ini.”

Dia melambaikan truk mainan kecil dan memainkannya di atas sofa.

“Dari mana saja kau?” tanyaku. Michael lenyap dari pandanganku sejak Prime dihancurkan.

Dia mengangkat bahu. “Cuma lagi butuh ruang.”

Aku tahu dia nggak akan bilang apa pun selagi Tyler di sana. Aku tahu dia melihatku berpegangan tangan dengan Blake, cucunya Senator Harrison. Dua boneka si Pak Tua.

“Dengar, apa pun yang kau lihat, nggak ada artinya,” ucapku dengan nada rendah. “Dan kau, kau dan Florina—“

“Sudah berakhir.”

Kami saling menatap. Tyler masih bermain, membuat bunyi-bunyian mobil, tapi tentu saja dia bisa mendengar kami. Kucoba memikirkan apa yang harus dikatakan untuk menjelaskan perasaanku, tapi sejujurnya aku tak tahu bagaimana perasaanku. Pak Tua, Blake, Michael—semuanya campur aduk.

Ponselku membunyikan peringatan: tiga Zing yang belum dibaca.

“Seseorang mati-matian mengubungimu?” tanya Michael.

Semua Zing itu dari Blake. Dia sudah coba untuk mengontakku sejak hari kulihat dia saat penghancuran Prime.

“Itu dia, ‘kan?” kata Michael.

Kudorong ponsel ke dalam saku, kuangkat kepala, dan kuberi dia pandangan “jangan desak aku.”

Tyler melirik cemas dari Michael ke aku.

“Kita akan pergi ke mall,” kata Tyler. “Buat beli sepatuku.”

“Tanpa bertanya padaku dulu?” Kupegang tasku dan kutatap Michael.

“Dia memohon padaku,” jelas Michael. “Dan sepatu favoritnya sekarang sudah terlalu sempit.”

“Dia tumbuh dengan cepat, sebaiknya beli ukuran yang lebih besar.”

Kami semua bahagia melihat kesehatan Tyler setelah setahun berjongkok di bangunan yang dingin.

“Ikutlah dengan kami,” kata Tyler.

“Aku mau banget, tapi aku mesti pergi.”

“Kemana?” tanya Michael.

“Lingkungan lama kita. Memberi makan Starter.”

“Butuh bantuan?” tanyanya.

“Kenapa? Kau pikir aku nggak bisa melakukannya sendiri?” kataku.

Saat mengatupkan mulut, kuharap aku bisa menelan kata-kata itu kembali. Michael tampak sangat terluka. Mulut Tyler terbuka sesaat sambil ber “uh-oh”.

“Maaf,” ucapku pada Michael. “Makasih tawarannya. Sungguh. Tapi kurasa aku bisa menanganinya. Kalian berdua harus pergi ke mall.”

“Kau bisa menemui kami buat makan siang,” kata Tyler. “Setelah kami dapatkan sepatuku.”

Dia menarik tangan Michael dan memberiku wajah “kumohon” terbaiknya. Kamilah yang paling mendekati sosok orangtua baginya, dan dia sudah melakukan segala yang dia bisa untuk membuat kami bersama. Yang paling kuinginkan adalah membuat orangtua kami muncul kembali secara ajaib; memiliki keluarga kami kembali. Tapi aku harus puas hanya dengan memenuhi permintaan kecil adikku.

* * *

2 comments:

COPYRIGHT © 2018 KUBUKA KAMUS | THEME BY RUMAH ES