Sunday, March 23, 2014

Cerita Terjemahan - Kantor Detektif Wanita No. 1

cerita-terjemahan-the-no-1-ladies-detective-agency

Terjemahan The No. 1 Ladies' Detective Agency karya Alexander McCall Smith, yang diceritakan ulang oleh Anne Collins dalam The No. 1 Ladies' Detective Agency (Penguin Readers Level 3.)


Prolog

"Wanita mengerti apa yang terjadi, hanya lewat tatapan."

Mma [Nyonya] Precious Ramotwe adalah seorang wanita Afrika yang baik, ramah—juga bertubuh besar. Ia juga sangat luar biasa. Ialah satu-satunya detektif swasta wanita di Botswana, dan kantornya, Kantor Detektif Wantita No. 1 adalah yang terbaik. Dengan bantuan sekretarisnya, Mma Makutsi, dan teman baiknya Tuan JLB Matekoni, ia memecahkan sejumlah masalah yang sulit—dan terkadang berbahaya.

Mobil yang dicuri, jari yang hilang atau suami yang hilang—Mma Ramotswe akan memecahkan semua misteri itu dengan caranya sendiri. Caranya bekerja begitu berbeda dengan detektif-detektif terkenal seperti Sherlock Holmes. Tapi ia toh juga sama suksesnya.

Alexander McCall Smith lahir di Zimbabwe. Ia bersekolah di sana dan di Skotlandia. Seperti Mma Ramotswe, ia orang yang menarik dan luar biasa. Ia telah menulis lebih dari 50 buku—tak hanya buku-buku tentang persoalan hukum pidana, tapi juga buku untuk anak-anak dan beberapa cerita pendek. Ia adalah pendongeng yang menakjubkan. 

Botswana adalah negara di mana perubahan terjadi dengan begitu cepat. Banyak cara-cara kuno Afrika yang menghilang karena kini tempat ini telah menjadi negara yang modern.

---

BAB 1 Ayah

Mma Precious Ramotswe memiliki kantor detektif di Afrika, di kaki bukit Kgale. Ialah satu-satunya detektif wanita di Botswana, dan kantornya adalah yang terbaik. Jadi ia menamainya Kantor Detektif Wanita No.1.

Mma Ramotswe adalah detektif sekaligus wanita yang baik. Ia mencintai negaranya, Botswana, dan ia juga mencintai Afrika. Bangsa Afrika adalah bangsanya, saudara-saudaranya. Ia ingin membantu memecahkan masalah-masalah dikehidupan mereka, oleh sebab itulah ia menjadi detektif swasta.

Instansi detektifnya terletak disebuah bangunan kecil, di kota Gaborone. Di luar bangunan itu terdapat tanda:

Kantor Detektif Wanita No. 1
MELAYANI SEGALA MACAM MASALAH PRIBADI

Kantor itu punya satu van putih, dua meja dan kursi, serta satu mesin tik tua. Di sana juga terdapat teko, dan tiga cangkir besar—satu untuk Mma Ramotswe, satu untuk sekretarisnya dan satunya lagi untuk klien.

Di depan kantor itu terdapat sebatang pohon. Saat Mma Ramotswe sedang tidak sibuk, ia suka duduk-duduk di bawah pohon itu. Pohon itu adalah tempat yang bagus untuk merenung. Ia bisa memandang ke seberang jalan yang berdebu hingga ke perkotaan, dan lebih jauh lagi, ia dapat memandang bukit biru. Bukit di Botswana yang selalu tampak biru meski hari sedang panas.

Mma Ramotswe memikirkan banyak hal ketika ia duduk di bawah pohon itu. Ia memikirkan tentang ayahnya, dan awal mula Kantor Detektif Wanita No. 1. 

Ayah Mma Ramotswe bekerja di tambang di Afrika Selatan selama 15 tahun. Tambang yang sangat berbahaya. Batu-batu berjatuhan dan menewaskan para pekerja. Debu-debunya pun merusak kesehatan mereka.

Ayah Mma Ramotswe menyimpan uang dari gajinya selama di tambang dan membeli 180 ekor ternak. Tapi debu-debu tambang ternyata menempel di paru-parunya dan ia pun jatuh sakit.

"Aku ingin kau punya bisnis sendiri," katanya pada Mma Ramotswe—di ranjang—didetik-detik menjelang kematiannya. "Juallah ternak-ternak itu dan buatlah sebuah usaha. Seperti toko, mungkin?" 

Mma Ramotswe menggenggam tangan sambil menatap mata ayahnya dalam-dalam. Ia mencintai ayahnya, lebih dari apapun yang ada di dunia. Kini ia akan meninggal. Rasanya sulit untuk bicara sambil melawan isak tangisnya.

"Aku akan membuka kantor detektif," katanya, "Di Gaborone. Dan akan menjadi kantor nomor satu."

Mata ayahnya terbelalak lebar, "Tapi ... tapi ...," Tapi ia meninggal sebelum sempat mengatakan apapun.

*

Kantor Detektif Wanita No. 1 menjadi sangat sukses. Pertama-tama usahanya memang berjalan lambat, namun kemudian lebih banyak lagi klien yang berdatangan. Klien pertama Mma Ramotswe adalah Happy Bapetsi.

"Hidupku penuh dengan keberuntungan," kata Happy Bapetsi sambil menyesap teh di kantor Mma Ramotswe. "Tapi ... ya beginilah jadinya."

Mma Ramotswe memandang wajah Happy Bapetsi dengan hati-hati. Happy Bapetsy adalah wanita yang cerdas. Happy juga tampak sedikit risau—namun tak ada gurat kecemasan di wajahnya.

"Mungkin masalah pria." pikirnya, "Pria yang datang ke kehidupan seorang wanita lalu menghancurkan kebahagiaannya."

"Aku besar di Maun, di dekat sungai Okavango," kata Happy. "Ibuku punya toko kecil. Kami punya banyak ayam dan hidup bahagia."

"Ayahku meninggalkan rumah saat aku masih bayi. Dia bekerja di Balawayo, di Zimbabwe. Dan dia nggak pernah kembali. Jadi ibuku dan aku mengira dia sudah meninggal. Aku nggak sedih karena aku sama sekali nggak mengingatnya."

"Aku lulus sekolah dengan nilai yang cemerlang. Setelah lulus, aku dapat kerjaan bagus di bank. Sekarang umurku 37 tahun. Penghasilanku lumayan besar dan sekarang aku punya rumah yang nyaman dengan 4 kamar. Aku sangat bahagia."

Mma Ramotswe tersenyum, "Kau melakukannya dengan baik." katanya.

"Tapi inilah jadinya," kata Happy Bapetsi, "Ayah datang ke rumahku."

Mma Ramotswe begitu terkejut. Jadi sebenarnya itu bukan masalah tentang kekasihnya. Tapi tentang ayahnya.

"Dia mengetuk pintu," kata Happy Bapetsy, "Saat itu sabtu siang, aku sedang istirahat di kasurku. Lalu aku bangkit dan berjalan menuju pintu. Seorang pria berumur sekitar 60 tahunan berdiri di sana sambil memegang topi."

"Aku ayahmu, katanya. Boleh aku tinggal denganmu?"

"Dia menyebutkan nama ibuku. Aku sangat terkejut tapi sangat senang. Ibuku sudah meninggal. Aku senang bertemu dengan ayah. Aku memberinya sebuah kamar dan membuatkan kudapan yang banyak seperti sayuran dan daging. Dia makan dengan lahap dan minta tambah."

"Itu sekitar tiga bulan lalu. Sejak itu dia tinggal di kamar itu dan aku mengerjakan berbagai hal untuknya. Membuatkan sarapan, makan siang, juga makan malam. Aku membelikannya sebotol bir setiap hari dan juga membelikannya baju serta sepasang sepatu yang bagus. Tapi dia hanya duduk-duduk di kursi teras dan memberiku banyak perintah."

"Pria memang begitu," kata Mma Ramotswe.

"Memang benar," Happy Bapetsy menyetujui. "Tapi aku mulai berpikir bahwa pria ini bukan ayah kandungku. Mungkin dia mendengar tentang keluargaku dari ayah kandungku sebelum dia meninggal. Jadi dia datang ke Botswana. Dan dia menemukan rumah yang bagus untuknya."

"Jadi bisa kau menolongku? Cari tahu apa dia benar-benar ayah kandungku. Jika iya dia bisa tetap tinggal denganku. Kalau bukan aku ingin dia pergi."

"Baiklah," kata Mma Ramotswe, "Aku akan mencari tahu."

Sepanjang hari Mma Ramotswe memikirkan tentang ayah Happy Bapetsy. Bagaimana bisa ia mencari tahu apakah itu ayah kandung Happy yang sebenarnya? Ia berpikir lama, lalu ia punya ide.

Mma Ramotswe punya teman seorang perawat. Temannya itu berbadan besar, seperti Mma Ramotswe. Mma Ramotswe meminjam baju temannya, lalu memakainya. Sekarang ia tampak seperti perawat sungguhan. Lalu ia berkendara ke rumah Happy Bapetsy dengan van kecil putihnya.

Ayah Happy Bapetsy sedang duduk-duduk di kursi teras, menikmati matahari pagi. Mma Ramotswe menghentikan mobilnya lalu berlari cepat menuju rumah Happy.

"Apakah Anda ayahnya Happy Bapetsy?" tanyanya.

Pria itu pun berdiri, "Ya, benar." jawabnya dengan bangga.

"Saya sangat menyesal, tapi Happy mengalami kecelakaan mobil." kata Mma Ramotswe. "Dia sedang kritis di rumah sakit."

"Putriku!" isak ayahnya. "Putri kecilku, Happy!"

"Ya," lanjut Mma Ramotswe, "Dia sangat kritis, dan dia memerlukan banyak darah. Kita harus segera mengusahakannya."

"Baiklah," kata ayahnya. "Mereka harus memberikannya darah, banyak darah. Aku akan membayar berapa pun."

"Bukan uang masalahnya," kata Mma Ramotswe. "Darahnya gratis, tapi kami nggak menemukan jenis yang cocok. Kita harus mendapatkan darah dari keluarganya, dan hanya Andalah orangnya. Kami ingin meminta darah dari Anda."

Ayahnya terduduk, "Aku ini cuma pria tua," katanya.

"Memang benar," kata Mma Ramotswe. "Justru karna itulah kami meminta pada Anda. Happy butuh banyak darah, dan itu akan mengambil setengah darah Anda. Kemungkinan besar akan berbahaya bagi Anda."

"Bahaya?" tanya ayahnya.

"Iya," kata Mma Ramotswe. "Tapi Anda kan ayahnya, kami tahu Anda pasti akan menolongnya. Jadi mari kita bergegas kalau tidak kita akan terlambat."

Ayahnya ternganga, lalu menutup mulutnya kembali.

"Ayolah," kata Mma Ramotswe, sambil memegang pergelangan tangannya. "Akan saya bantu Anda ke mobil."

"Tidak," kata ayahnya dengan suara lemah. "Aku bukan ayah kandungnya. Pasti ada kesalahan."

"Anda bukan ayahnya?" Mma Ramotswe marah. "Lalu kenapa Anda duduk di situ dan makan makanan miliknya? Anda tahu ada hukum di Botswana untuk orang-orang seperti Anda kan?"

Pria itu menunduk dengan kepala terguncang.

"Masuk dan ambillah barang-barang Anda," kata Mma Ramotswe. "Anda punya waktu lima menit. Nanti saya akan membawa Anda ke stasiun. Anda akan naik bus dan tolong jangan lagi kembali ke sini."

Ketika Happy Bapetsy pulang, kamar ayahnya kosong. Ada catatan dari Mma Ramotawe di meja dapur. Saat Happy membacanya, ia tersenyum.

Pria itu bukanlah ayah kandungmu. Dia yang bilang padaku. Mungkin suatu hari nanti kau akan menemukan ayah kandungmu. Mungkin juga tidak. Tapi kini kau bisa kembali bahagia.

---

No comments:

Post a Comment

COPYRIGHT © 2018 KUBUKA KAMUS | THEME BY RUMAH ES